Bendi Tetap Jadi Primadona Wisata Keluarga di Pantai Padang saat Libur Lebaran


EKSISTENSI bendi tetap tegak berdiri sebagai ikon wisata klasik yang tak lekang oleh waktu di Pantai Padang.

Kendaraan tradisional yang ditarik kuda ini masih menjadi pilihan unik bagi keluarga yang ingin menikmati suasana khas pantai dengan nuansa tempo dulu.

Sejak pagi hingga senja, derap langkah kuda dan suara derik roda kayu bendi menggema di sepanjang kawasan pantai. Anak-anak tertawa riang, orang tua larut dalam nostalgia.

Di antara mereka, Eri (52) terlihat piawai mengendalikan kudanya. Ia sudah 25 tahun menjadi kusir bendi dan selalu setia melayani penumpang di Pantai Padang, terutama saat musim libur tiba.

"Lebaran selalu ramai, apalagi siang sampai sore. Anak-anak senang, orang tua juga banyak yang ingin mengenang masa lalu. Naik bendi ini pengalaman yang unik dan menarik," tutur Eri disadur dari  Padek.co.id, Sabtu (5/4/2025).

Tak jauh dari Eri, Cel (47), sesama kusir, juga menikmati ramainya penumpang yang datang silih berganti. Bagi Cel, momen libur panjang seperti Lebaran adalah waktu emas untuk menambah penghasilan.

"Sore biasanya paling ramai. Banyak keluarga dari luar kota penasaran ingin coba naik bendi. Ini hiburan murah tapi berkesan, apalagi buat anak-anak," katanya.

Salah satu wisatawan, Mery (43), yang datang bersama dua anaknya, mengaku terkesan dengan pengalaman naik bendi. Ia menyebut momen tersebut sebagai hiburan sederhana yang memberi kebahagiaan tak ternilai.

"Seru banget naik bendi, bisa santai keliling pantai. Anak-anak juga heboh karena bisa lihat kuda dari dekat. Begitu naik, mereka langsung girang," ungkap Mery dengan senyum lebar.

Dengan tarif mulai dari Rp50 ribu per perjalanan untuk satu keluarga, wisata bendi bisa dinikmati setiap hari mulai pukul 11.00 hingga 18.00 WIB.

Murah meriah, namun penuh makna. Tak sekadar hiburan, bendi adalah bagian dari tradisi Minangkabau yang masih hidup di tengah arus modernitas.

Namun, di balik pesona itu, tersimpan tantangan yang kian mendesak. Eri mengungkapkan bahwa regenerasi kusir bendi makin sulit. Anak-anak muda tak lagi tertarik melanjutkan profesi ini.

"Anak muda sekarang enggan meneruskan. Padahal ini bagian dari budaya kita," ujarnya, lirih.

Selain regenerasi, ketiadaan bengkel perawatan khusus untuk bendi juga menjadi hambatan. Eri menyebut, bengkel-bengkel di Kota Padang sudah banyak yang tutup.

"Yang tersisa hanya di Lubuk Alung, jauh dari sini. Kalau butuh servis, kami repot. Harapan kami, pemerintah bisa lebih peduli," katanya.

Bendi mungkin tampak sederhana, tapi ia menyimpan nilai sejarah, budaya, dan ekonomi yang kuat. Selama masih ada yang mau menuntunnya di jalan, bendi akan tetap berjalan—menyusuri waktu, mengantar kenangan, dan menjemput senyuman. (***)

Bendi, Kuda, Dokar, Lebaran

Label:

Posting Komentar

[blogger]

Author Name

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.